Gendis duduk di kayu tua. Duduk tegak dengan pandangannya yang lurus ke udara. Gendis diam, hanya itu yang bisa ia lakukan. Beberapa saat ia merasa ada yang lain di sekitarnya. Menengoklah ia, dan ternyata benar adanya. Ialah bintang yang selalu tinggal di dalam hatinya. Yang selalu masuk tanpa izin ke dalam mimpinya. Bintang tersenyum manis dan seketika membekukan tubuh Gendis, seperti sudah terpaku kencang dan tak bisa kembali. Gendis mencoba menggerakkan tangannya dan terpejam semaksimalnya.
Berhasil, kali ini kembali kenyataan yang ia lihat di sekelilingnya.
you're a bow to my violin
a right to my wrong
you're music to my silence
a plus to my minus
I'm complexity in your simple smile
I'm everything you're saying yes to
Bintang, ia kini ada dihadapannya. Sibuk membaca buku pelajaran yang akan membuatnya pening 2 jam ujian ke depan. Gendis memperhatikannya dengan gembira. Bintang tak sadar selalu ada mata yang mengawasinya. Gendis pun selalu tahu, Bintang tak akan pernah sadar bahwa ada raga Gendis yang selalu berusaha bersentuhan dengannya.
"Mungkin aku hantu yang selalu transparan buatnya." pikir Gendis.
you're a bow to my violin
a right to my wrong
you're music to my silence
a plus to my minus
I'm complexity in your simple smile
I'm everything you're saying yes to
Gendis kini tak pernah bertemu bintang selama bertahun-tahun lamanya. Selalu Gendis menangis, mengapa rasa ini tak ikut pudar seiring raga Bintang yang tak pernah bisa dipandang.
Gendis pun tahu, Bintang telah bahagia bersama siapa.
Dan Gendis anehnya malah senang melihat Bintangnya telah memiliki yang lain, dan bukan ia.
"Aku juga tidak tahu kenapa bisa bahagia melihat ia memiliki seseorang yang ia cinta. Aku senang, apapun asal Bintang pun begitu juga."
Nyatanya, Gendis selalu merindukan Bintang apa adanya.
you're a bow to my violin
a right to my wrong
you're music to my silence
a plus to my minus
I'm complexity in your simple smile
I'm everything you're saying yes to
Setiap harinya, Gendis memiliki visualiasi indah bersama Bintang disisinya. Walaupun buatnya sungguh menakutkan bisa membayangkan Bintang adalah jodohnya, namun Gendis kini memberanikan diri agar Bintanglah yang menjadi masa depannya. Gendis pun mencari Bintang, mencarinya ke setiap tempat yang memungkinkan. Ia tidak menyerah, walaupun mungkin Bintang tak pernah ditemukannya.
Beruntung, Gendis melihat Bintang yang berubah untuknya. Semakin rupawan dan dewasa. Penjelmaan Bintang dalam mimpinya 5 tahun lalu ternyata tak salah. Gendis tersenyum, lalu terharu melihat Bintang kini tak lagi berupa khayalan dirinya.
Tapi Bintang tidak sendiri.
Tapi Bintang kini sedang menyematkan cincin pada jari manis seseorang.
Tapi Bintang kemudian sedang dipeluk senang.
you're a bow to my violin
a right to my wrong
you're music to my silence
a plus to my minus
I'm complexity in your simple smile
I'm everything you're saying yes to
Raga Gendis yang merebah lemas di ranjang dengan kepala yang tertoleh ke samping kanan. Kosong, matanya tak melihat apapun di depan. Gendis hanya tenggelam dalam angan yang kembali berputar, dimana Bintang kini mulai memudar. Ia pergi, raga yang terhapus bagai pasir yang terbawa angin. Bintang, sudah tidak akan pernah bersinar lagi di hati Gendis.
Air mata tanpa ampun mengalir teratur dari mata Gendis.
Gendis pun menangis, lagi.
"Semoga ini yang terakhir Ya Tuhan! Gendis mohon!" pekiknya dalam hati.
---------------------------------------------------
written by : dina agustina suardi
lyric : A Bow To My Violin - Hollywood Nobody ( download here )
No comments:
Post a Comment