Gendis diam di atas motor yang ia parkir sembarangan, menghadap langit yang setengah oranye, setengah ungu magenta. ia duduk nyaman dengan buku tulis yang ia bawa dan tas kain lusuh yang ia jadikan alas untuk tangannya. Gendis mungkin satu-satunya manusia muda yang ada di tempat -entah dimana- selain hanya rerumputan tinggi liar di sekitarnya. Sinar mentari sore yang menghibur Gendis, membuatnya tak kesepian di tempat itu. Ia terlalu asyik menulis.
Gendis membuat surat untuk semesta. Ia tahu sekarang imajinasinya akan berlabuh kemana. Ia tak perlu membuat perahu kertas untuk dilayarkannya ke pinggiran sungai. Tak perlu juga ia terbangkan kapal kertas untuk mencoba menggapai awan siang. Ia menulis surat untuk semesta, dan direncanakannya untuk di simpan saja di udara.
Dear universe,
Banyak hal yang tak kumengerti dalam hidup ini. Banyak hal yang kucoba pahami dan menunggu apa yang akan terjadi. Namun, yang kudapat hanyalah bimbang, sedih, dan terus ketakutan. Semua yang kurasakan, harus kuatasi sendirian. Aku bukan tak mau berbagi dengan para sahabatku, tetapi mungkin sesuatu ini tak akan mereka pahami. Atau, mungkin hanya aku saja yang pesimis akan mendapatkan jawaban yang tak ingin kudengar dan mencibir di dalam hati, betapa sok tahu nya mereka. betapa bangganya mereka dengan perasaan realistis yang mereka punya, padahal dalam hati aku yakin mereka masih bertanya-tanya.
dear universe,
aku akui bahwa aku manusia egois, yang ingin diakui, aku seorang perempuan yang ingin merasa disayang, dan diingat siapapun yang aku pikirkan. Aku mencintai teman-temanku, aku menganggap mereka bagian terpenting dalam tumbuh kembangku. Aku berterima kasih kepada mereka yang secara tak langsung membentuk diriku, mengajariku banyak hal mengenai berbagai perlakuan. Aku sangat sayang kepada semuanya - tanpa kecuali - jika saja kata spesial tidka tertuju pada satu - aku mau memeluk mereka semua.
tapi universe, kadang ada saja temanmu yang mengecewakanmu. Ia melakukan hal di luar dugaanmu. Ia tidak terlihat mampu menyayangimu. Atau universe, apakah salahku dulu yang membuatnya menjadi begitu? Aku tak tahu, tapi aku akui aku menyalahkan diriku. Ia tak ingat padaku, universe. Ia tak ingat hari pentingku.
dear universe,
Aku berfikir ulang untuk menangisi itu. Di samping dalam hitungan tahun aku akan menjadi istri seseorang, aku adalah manusia dewasa yang harus lebih bijak memandang semua kesedihan. Aku hanya mampu menghela dan bersyukur, setidaknya alam yang kau punya, Tuhan yang Maha Baik yang selalu melindungiku, harus lebih membuatku bahagia. Hal sederhana tak pernah terlihat sepele.
Aku seorang perempuan, aku sangat peka bahkan kepada kapas yang menyentuh kulitku.
dear universe,
ternyata aku hanya perlu melihat hamparan sawah yang super luas, birunya laut yang membentang, dan bintang-bintang yang berantakan untuk membuatku bisa bernafas lega. Aku bisa melepaskan asa yang begituuuuuu beratnya. Aku sangat bersyukur, universe. Kesederhanaanlah yang buatku bahagia.
dear universe,
tolong beritahu siapapun itu, aku tak pernah merasa salah memiliki khayal yang banyak, imajinasi yang kuat, dan dambaan tentang apapun yang kurasakan. entah itu mengenai lelaki, atau apapun yang membuat seakan-akan menjadi kewajiban berarti di dunia ini. Aku tak pernah merasa salah menanti seseorang yang aku percaya ketika datangnya waktu, kita akan bertemu dalam kisah romansa. Aku percaya all my bucket list ku tercapai semua, aku percaya, bukan usia tua atau muda yang membuatmu terlihat dewasa. Aku ya aku, ingat itu saja. Jangan coba nasihati aku, bila siapapun yang merasa, belum membuktikan apapun yang dia ingin dalam hidupnya.
Gendis.