26.4.11

doa, sore, dan, hujan

Gendis berjalan di tengah hujan rintik sore yang sejuk. Ia sendirian, tapi tak apa. Katanya, ia menikmati hari-hari pasca sakit hati. Apa mungkin masih, Gendis saja tidak tahu pasti. Ia hanya menengadah ke atas dan tersenyum pada awan yang samar. Gendis lalu berdoa,

katanya :

"Tuhan, aku tahu mungkin ini terdengar bodoh. Aku kehujanan dan malah senang karenanya. Aku tersenyum dan mulai berprasangka mungkin manusia-manusia sekelilingku menganggapku orang gila. Tapi Tuhan, aku hanya ingin Kau menyampaikan salam rinduku padanya. Semoga ia tidak sedih, semoga ia bahagia. Semoga ia mencapai cita-citanya. Semoga ia bahagia. Eh, itu sudah kuucapkan, ya? Tak apa, aku benar-benar ingin ia bahagia. Amin."

23.4.11

Di mendung sore, lalu ...

Biyan

Hujan untung sudah reda. Kini aku sudah bisa pulang. Tono yang kebetulan membawa motor, mengajakku untuk menemaninya. Aku, senang saja. jalanan yang tidak terlalu ramai karena sehabis hujan, dan basah karena lebatnya, telah menenangkan perjalananku pulang. aku perlu bernafas atas situasi sekolah yang tidak terlalu menyenangkan. Aku harus menerima kenyataan karena tidak akan lagi pergi ke sekolah yang sama, dan tidak akan lagi sering melihat mukanya. Dan yang lebih menyedihkan, sampai saat ini pun aku belum berani berkenalan dengannya.
Macet, Tono pun terus mengeluh. Aku diam dengan mendengarkannya. Kulihat di sekitar untuk memastikan apakah mereka pun merasakan yang sama. Ada di samping, seorang gadis. Tampaknya ia yang paling tak terima. Hei, tunggu. Ia bukannya marah atas apa yang terjadi kini. Ia menangis, sesenggukan. Membawa motornya sembari menghapus air mata. Menetes lagi, dihapus lagi. Menetes lagi, dihapus lagi. Walaupun kaca helm menutup sebagian wajahnya. Aku tahu, matanya sangat basah. Kenapa dengannya? Mataku tak dapat tak memperhatikannya, walau kutahu ia sembunyi. Aku tak peduli.

Ibu Wina

Pasar kini menjemukan. Aku kesal karena tak mendapatkan daging merah kesukaan anak-anak. Sudah kukira mereka akan meronta kesal karena idaman mereka tak berhasil didapatkan. Apa daya, uang pemberian tak pernah cukup, dan aku lelah karena terus berfikir bagaimana mengakalinya. Jika kau tahu langit, aku juga punya keinginan. Dan tahukah bahwa menyebalkan ketika keinginanmu tak akan pernah didapatkan karena keterbatasan. Fuh, aku bertanya kepadamu dengan mata. Tapi, aku terpaku dengan pemandangan belakangku. Motor, seorang gadis, dan menangis. Ada apa dengannya? Mengapa ia harus menangis sambil berkendara? Tahukah bahwa itu berbahaya? Ada apa dengan gadis itu? Kaca mobil belakang angkutan kota ini untung gelap, dan pasanganku di seberang tempat duduk untung tidak memperhatikannya juga. Aku, kasihan. Dan selain aku, tolong jangan ada lagi yang peduli dengan gadis ini, tolong. Tahukah kau apa artinya kasihan?

Gendis

Ya, sebut saja aku aneh. Langit mendung dan udara yang dingin, serta kesendirian dan juga kenyataan tidak indah hari ini, membuatku tak mampu menguasai kondisi. Hatiku sangat perih, seperti ada yang melubangi. Aku menangis pelan, namun lama-lama sesenggukan. Motor ini akan membawaku pulang, tapi aku megaturnya agar lebih lama di jalan. Aku tak mengerti, ada apa dengan orang baik? Apa salahnya menjadi orang baik? Bukannya semua orang ingin mendapatkan yang baik?
Aku tahu, aku tak mengerti karena tak pernah mau mengerti.
Untuk apa harus seperti ini, jika akhirnya berujung kecewa. Aku jadi trauma. Ya, sebut saja aku aneh. Tidak apa-apa, aku sudah biasa.
Ya, kasihan saja kepadaku hari ini, orang-orang. Tatapan matamu semua ikut mengulitiku.




20.4.11

Gendis terduduk di balkon samping rumahnya, bertanya dalam hati pada awan yang melintas lambat di hadapannya. diam saja. diam, namun tetap bertahan merengkuh udara.
Gendis bertanya, mengapa ia sulit mendapatkan cinta?
Sesuatu yang paling indah di dunia. Sesuatu yang dapat membuat semua orang berbahagia.
Gendis bertanya, mengapa ketika kita sudah memilih dengan siapa kita berbagi, malah yang ada, terjadinya perasaan tak yakin dari seseorang yang dia rasa. Adakah yang salah dengan dirinya?
Gendis tidak ingin macam-macam, katanya. Ia hanya ingin merasa dibutuhkan. Ia hanya ingin merasa disayang. Gendis tidak mau menuntut apa-apa, katanya. Gendis hanya ingin merasa bahwa dia nyata adanya.
Gendis lalu berpikir, dan mengenyampingkan hati yang meronta berbicara.
Otaknya lalu berkata, "Buat apa mempertahankan jika memang tidak diinginkan? Kamu telah dewasa, Gendis. Kamu adalah perempuan yang terbiasa menghadapi kenyataan. jadi, biarkanlah dia pergi."

Biarkanlah dia pergi, katanya. Biarkanlah dia pergi.

16.4.11

--------------------------------------- jangan tanya, nanti aku nangis.

1.4.11

unproductive friday







we talk about likes and dislikes. we talk about our interests. we talk about each love life that we have. film music film film . hehe,
and you know what are we?
we are bestfriends.



I listen this lately